Sabtu, 19 Desember 2015

PEMBAHASAN SINGKAT MILK FEVER dan KETOSIS



TUGAS MANDIRI
PEMBAHASAN TENTANG MASALAH PENYAKIT PADA TERNAK RUMINANSIA (MILK FEVER DAN KETOSIS)




Oleh :
SOFYAN HIDAYAT




PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2015



PEMBAHASAN
1.        MILK FEVER

A.    Defenisi Milk Fever
Milk Fever juga disebut parturient paresis, hypocalcaemia, calving paralysis, parturient paralysis, dan parturient apoplexy merupakan penyakit metabolik yang sering terjadi pada sapi perah banyak ditemukan pada sapi perah yang baru saja melahirkan dan terutama yang berproduksi tinggi. Milk fever disebabkan kondisi hypocalcemia dimana kadar Ca di dalam darah rendah. Penyakit ini ditandai dengan adanya penurunan kadar kalsium di dalam darah, yang normalnya 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 5 mg/dl. Sebanyak 90% kejadian ditemukan dalam 48 jam setelah proses kelahiran. Jumlah kejadian penyakit akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur sapi perah. Milk Fever biasanya ditemukan pada sapi perah yang telah beranak lebih dari 3 kali.

B.     Penyebab terjadinya penyakit Milk Fever
Milk fever disebabkan kondisi hypocalcemia dimana kadar Ca di dalam darah rendah. Adapun faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan gangguan ini meliputi umur, produksi serta persistensi produksi susu. Pemberian Kalsium dengan kadar tinggi dan perbandingan Kalsium dan Posfor yang tinggi di dalam ransum kepada sapi perah pada periode kering dapat merangsang pelepasan calcitonin dari sel-sel parafolikuler pada kelenjar thyroid, sehingga menghambat penyerapan (resorbsi) Kalsium ke dalam tulang oleh parathormon. Hypercalcemia (tingginya kadar Kalsium dalam darah) menghambat sekresi parathormon dan merangsang sekresi (pengeluaran) calcitonin. Calcitonin merupakan suatu zat yang dapat menurunkan konsentrasi Kalsium dalam darah dengan jalan menghambat resorbsi oleh tulang. Pengauh ini cenderung menghambat adaptasi normal sapi tersebut terhadap kekurangan Kalsium pada permulaan partus dan laktasi yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan. Kelumpuhan (paralisa) ini biasanya berhubungan dengan kadar Kalsium dalam darah di bawah 5 mg/100 ml serum. Faktor predisposisi yang berperan dalam kejadian Milk Fever antara lain:
  1. Produksi air susu : Biasanya peningkatan produksi air susu akan meningkatkan metabolisme Ca dan meningkatkan Ca ke colostrum. Bila pemasukan tidak seimbang maka kemungkinan besar akan terjadi Milk Fever.
  2. Umur sapi : Penyerapan Ca pada sapi-sapi tua mengalami penurunan.
  3. Kemauan makan sapi : Pada saat menjelang melahirkan, 8-16 jam atau lebih, kebanyakan sapi mengalami penurunan nafsu makan. Turunnya nafsu makan akan menyebabkan turunnya ketersediaan kalsium yang siap diserap.
  4. Ransum pakan : Pakan sapi perah yang terdiri dari hijauan dan konsentrat yang seimbang adalah Ca:P = 1:1.
C.    Ciri – ciri Penderita/Gejala
Gejala penyakit pada tingkat masih rendah, sapi masih dapat berdiri, tetapi nafsu makan hilang, kurang peka terhadap lingkungan, kaki dan telinga dinging, suhu badan rendah kurang lebih 35˚C, kaki belakang lemah dan sulit berkurang atau berhenti sehingga terjadi penimbunan gas di dalam rumen. Kalau semakin parah sapi hanya mampu bertahan 6 sampai dengan 24 jam saja. Sebenarnya angka kesembuhannya cukup baik dan tingkat mortalitas kurang dari 2-3 % apabila segera diketahui dan diberikan pertolongan.

D.    Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Milk Faver
Untuk mencegah terjadinya milk fever (paresis peurpuralis) kadar Kalsium dalam ransum harus dikurangi pada akhir periode laktasi. Pemberian kosentrat dapat diberikan + 2 kg/hari atau selama periode kering kandang dengan mengurangi pemberian legum atau suplemen mineral. Peningkatan pemberian konsentrat baru dapat dilakukan 2 minggu menjelang sapi akan melahirkan.
Pengobatan dilakukan dengan cara menyuntikkan garam berkalsium lengkap. Sediaan kalsium yang dipakai antara lain harus:
  • Larutan kalsium klorida 10% disuntikkan secara intra vena, pemberian yang terlalu banyak atau terlalu cepat dapat mengakibatkan heart block.
  • Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 1:1 terhadap berat badan disuntikkan secara intra vena jugularis atau vena mammaria selama 10-15 menit.
  • Campuran berbagai sediaan kalsium seperti Calphon Forte, Calfosal atau Calcitad-50.
Pengobatan sapi yang menampakkan gejala adalah penyuntikan 750 s/d 1500 ml Gluconas calcium 20 % secara intravena pada vena jugularis. Suntikan dapat diulangi kembali setelah 8 sampai 12 jam kemudian. Apabila belum menampakkan hasil hewan dapat diberikan preparat yang mengandung magnesium. Hanya sedikit air susu yang boleh diperah selam 2 sampai 3 hari. Pengosongan ambing sebaiknya dihindarkan selama waktu tersebut.

2.        KETOSIS

A.    Defenisi Ketosis
Ketosis adalah kelainan fisiologis yang biasanya terjadi pada sapi perah beberapa minggu post partum. Tanda-tanda ketosis antara lain anorexia, atony rumen, konstipasi, turunnya produksi susu dan penurunan berat badan. Meningkatnya konsentrasi badan-badan keton dalam darah disebut ketonemia (hiperketonemia) dan meningkatnya konsentrasi badan-badan keton dalam urin disebut ketonuria. Keadaan keseluruhari ini disebut juga ketosis (Hamper, 1979).
Ketosis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di sapi perah. Ketosis adalah kelainan yang umumnya mengganggu sapi perah pada minggu-minggu pertama sesudah melahirkan. Ketosis pada sapi perah di duga akibat ransum ternak yang kekurangan karbohidrat atau absosis karbohidrat yang terganggu. Di literatur lainnya, disebutkan ketosis terjadi akibat kekurangan glukosa di dalam darah dan tubuh. Ketosis merupakan suatu kekacauan metabolisme yang dapat ditimbulkan oleh tingginya lemak dan rendahnya karbohidrat dalam ransum. Ketosis dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu primary ketosis dan secondary ketosis. Ketosis primer adalah kelainan metabolik yang terjadi bila tidak terdapat kondisi patologis pada sapi tersebut. Ketosis sekunder biasanya diikuti kelainan seperti demam, mastitis atau placenta yang diretensi.

B.     Penyebab Ketosis
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa pada masa itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan pedet dan persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan Laktosa (gula susu) dan lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis yang biasanya dengan membongkar asamlemak dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa akan meningkatkan juga hasil samping yang disebut benda2 keton (acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate (BHB)) dalam darah. Ketosis dapat bersifat primer, seperti pada sapi yang mempunyai produksi susu tinggi dengan pemberian karbohidrat dalam pakan yang kurang. Tetapi ketosis juga bisa bersifat skunder, yaitu akibat gangguan penyakit tertentu yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat meskipun karbohidrat dalam pakan yang diberikan cukup. Kejadian ketosis yang bersifat skunder dapat terjadi akibat kasus Displasia Abomasum, Metritis, Peritonitis, Mastitis atau penyakit2 yang menyebabkan penurunan nafsu makan dalam waktu yang lama.

C.    Gejala pada Sapi yang mengalami Ketosis
Manifestasi klinis ketosis dapat dibedakan menjadi ketosis nervosa dan ketosis digesti. Pada awal kejadian akan sering terlihat adanya gejala syaraf seperti depresi, eksitasi, dan tampak liar, jika kondisi semakin buruk maka sapi akan semakin lesu dan tidak tanggap terhadap rangsangan suara maupun mekanis. Gangguan ini juga terjadi pada syaraf otonom yang dapat mengakibatkan gangguan pencernaan yang terlihat berupa hipersalivasi, kerja rumen yang meningkat atau menurun, peningkatan dan pengurangan frekuensi pengeluaran tinja. Gejala-gejala ini mirip dengan kejadian indigesti. Gejala lainnya yang terlihat adalah sapi mengalami penurunan nafsu makan, penurunan prosuksi susu, dan bau yang khas pada napas yang terjadi pada beberapa hewan. Bau khas pada napas ini adalah bau aseton. Bau aseton ini terkadang juga terdapat pada susu dan urin. Hal ini terjadi karena abnormalitas akumulasi badan keton di dalam darah dan jaringan. Sapi juga mengalami hipersalivasi, menjilat-jilat suatu abjek barkali-kali, otot bahu dan pinggang tampak gemetar. Sapi yang mengalami ketosis, tidak makan dalam waktu yang panjang akan mengalami kerusakan hati yang permanen dan mengalami ketosis kronik.
Gejala klinis yang ditemukan pada kasus ketosis yang terjadi di lapang adalah sapi yang tiba-tiba ambruk pada hari ke lima postpartus. Ketosis yang terjadi merupakan kelanjutan hipokalsemia. Sapi mengalami hipokalsemia dan ambruk pada hari ke 3 post partus. Sapi diterapi dengan memberikan Cofacalsium® 500ml IV. Pada hari ke 5 sapi kembali ambruk. Hasil urinalisis menggunakan strip test menunjukan ketonuria. Hal ini mengindikasikan kondisi ketosis. Frekuensi nadi masih normal yaitu sebanyak 80 kali permenit. Frekuensi napas mengalami peningkatan yaitu sebanyak 40 kali per menit, secara normal frekuensi napas adalah 20-30 kali per menit. Suhu tubuh mengalami peningkatan yaitu 39°C. Sapi tetap tidak bisa berdiri meskipun sudah diberi kejutan listrik. Hewan yang mengalami ketosis memiliki badan yang kurus.

D.    Penanggulangan dan Pencegahan Ketosis pada Sapi Perah
Suatu cara untuk mengetahui kondisi ketosis yang terdapat pada sapi perah yaitu dengan cara mengukur tingkat glukosa darah dan tingkat kadar badan-badan keton dalam darah. Test kualitatif yaitu menggunakan Rothera test, dengan menduga badan keton dalam urin. Tetapi bila test urin positif belumlah dapat dikatakan akurat. Perlu dilakukan dilakukan test badan keton dalam susu yaitu dengan Ketotest Denco (Schultz, 1970). Fox (1970) menganjurkan pengobatan ketosis dengan menggunakan propylene glicol. Untuk mencegah terjadinya ketosis pada sapi perah yaitu dengan mengontrol makanan dan management yang baik. Caranya yaitu :
§  Tidak memberikan bahan yang mengandung lemak yang berlebihan pada saat setelah melahirkan.
§  Meningkatkan pemberian konsentrat setelah melahirkan
§  Memberikan hijauan yang berkualitas baik minimal 1/3 dari total bahan kering ransum.
§  Jangan mengubah secara tiba-tiba susunan ransum.
§  Menghindari pemberian hay dan silase yang tinggi asam butiratnya.
§  Memonitor kondisi keotik setiap minggu dengan mengetes susu, memberi makan propylene glikol untuk sapi-sapi yang mudah kena ketosis.
§  Menyeleksi sapi-sapi yang sehat dan mempunyai nafsu makan yang baik.
§  Menyediakan batas maksimum konsumsi energi dan menghindari ternak dari stress (Schultz, 1970).


DAFTAR PUSTAKA

Harper H.A., V.W. Roowell and P. A. Mayer. 1979. Terjemahan Muliawan, Biokimia Ed ke 17. Lange Medical Publ. Los Altos. California. USA. Penerbit Buku Kedokteran E.G.C. Jakarta.

Schultz L.H. 1970. Management and Nutritional Aspects of Ketosis .J. Dairy Sci. 54 no 6 ;962.971.

Fox F.H. 1970. Clinical Diagnosis and Treatment of Ketosis. J. Dairy Sci. 54 no 6 : 974-979.

1 komentar:

  1. King casino no deposit bonus codes 2021 - Vie Casino
    King Casino vua nhà cái no deposit bonus codes 2021. Claim the free $30 no deposit bonus and 메리트 카지노 쿠폰 discover the latest bonus offers from King Casino for 2021.

    BalasHapus